Jika harus menyebut salah satu tempat makan bakmie halal terenak di Jakarta, maka salah satu yang akan saya sebut adalah Mie Gondangdia. Bisa jadi Mie Gondangdia merupakan mie ayam favorit saya di Jakarta! Dan sesuai dengan namanya, rumah makan ini berada di kawasan Gondangdia, berada di dekat rel.
Sudah berjualan sejak tahun 1968 dan masih diminati pengunjung adalah validasi bahwa mie yang disajikan di sini bukan mie yang sembarang disajikan. Sempat terbakar pada tahun 2014 dan harus pindah sementara ke Jl. Cikini IV, saya baru sadar bahwa kini Mie Gondangdia sudah kembali lagi di tempat asal. "Sudah dari akhir 2018, sih," begitu jawab salah satu karyawannya ketika saya tanya sejak kapan sudah kembali lagi ke tempat asal. Desainnya masih mengikuti kedai yang lama, bercat warna hijau di luar dengan style ala vintage yang masih terjaga.
Ada banyak hidangan yang disajikan di sini, tapi tentu yang harus kita coba adalah hidangan andalannya: mie ayam. Sejauh ini saya juga belum tertarik untuk memesan menu lain selain mie ayam. Tanpa menunggu berlama-lama setelah saya pesan, mie ayam pun tersaji di atas meja makan saya. Berbeda dengan tempat makan lain, penataan meja di sini tergolong "bersih". Tidak ada tabung berisi sumpit dan sendok, sebab alat makan akan ditata di atas meja kita sesuai dengan jumlah orang yang duduk. Tidak ada lada, kecap asin, kecap manis, saus sambal, dan sebagainya. Hanya ada satu: sambal cabai cair.
Mienya halus. Teksturnya lembut, pas dengan rasa gurih yang tidak berlebihan di mulut. Rasa mie Gondangdia berhasil menggeser mitos bahwa bakmie akan terasa enak hanya dengan menggunakan minyak babi atau daging babi. Buktinya, meski hanya berupa mie ayam, rasa mie Gondangdia benar-benar patut diacungi jempol. Oh iya, topping dari mie ayam Gondangdia hanya ada daging ayam, jamur, dan sawi hijau. Selain tekstur mienya, topping daging ayamnya juga juara! Berbeda dengan hidangan mie ayam di tempat lain yang berupa daging ayam cincang, di sini daging ayamnya masih berupa suwiran atau potongan besar. Bumbunya mungkin mirip, sebab sama-sama berwarna coklat dan terasa manis, tapi dalam potongan daging ayam ini saya merasakan aroma smoky. Jangan-jangan, daging ayamnya dipanggang atau dibakar dulu sebelum disajikan. Jadi lebih harum.
Sebagai pelengkap, kita juga bisa memesan bakso sapi atau pangsit goreng. Tapi jujur saja, keduanya tidak terlalu istimewa. Bakso sapinya standar, seperti bakso sapi di kedai bakmi pada umumnya. Pangsit gorengnya sendiri juga biasa, dan nampaknya memang sulit untuk mengalahkan pangsit goreng Bakmie GM yang sudah juara. Tapi soal rasa mie dan daging ayamnya, saya masih memegang Mie Gondangdia.
Usai menyantap mie ayam, jangan lupa untuk memesan es podeng yang berjualan di depan rumah makan. Penjual es podeng ini selalu mengikuti ke mana Mie Gondangdia pergi. Sejak awal ia sudah berjualan di depan rumah makan Mie Gondangdia yang pertama. Ketika Mie Gondangdia berpindah ke Jl. Cikini untuk sementara, penjual es podeng ini juga ikut pindah berjualan di depan Mie Gondangdia. Dan kini, setelah Mie Gondangdia "kembali" ke tempat asalnya, penjual es podeng ini juga ikut setia mendampingi tepat di depannya. Seperti sudah menjadi pasangan makan mie ayam.
Es podengnya sih, enak, walaupun tidak lebih istimewa dari es podeng di tempat lain. Isiannya ada sagu mutiara, roti, ketan hitam, agar-agar; lalu ditimbun oleh es puter, diguyur dengan susu kental manis rasa coklat, kemudian dipercantik dengan kepingan kacang goreng. Cocok untuk menyegarkan tenggorokan. Harganya juga sangat terjangkau, Rp10ribu per gelas.
Usai bersantap, saya bergegas ke kasir. Seporsi mie ayam dihargai Rp27ribu (harga per Mei 2019). Tidak murah, tetapi juga tidak mahal. Setara dengan mie ayam kelas atas lainnya (Bakmie GM atau Gang Kelinci). Menurut saya, Mie Gondangdia adalah salah satu tempat makan mie ayam terenak di Jakarta.